NEWS UPDATE :  

Berita

Rindu Asam Sunti Mak Si Agam

Rindu Asam Sunti Mak Si Agam

Oleh : Siti Nadia Putri, S.Pd

Tok ... tok ... tok ...

Gedoran pintu itu mengagetkanku. “Agam ... gam cepat bangun matahari sudah tinggi” terdengar suara Mak memanggil dengan nada melengking. Sontak panggilan itu membuyarkanku dari mimpiku. Dengan langkah gontai aku membuka pintu. “ Sudah setahun sejak lulus SMA kamu selalu bangun telat, Pantas saja rejekimu menguap”. Aku belum sempat menjawab. Mak sudah menyambung lagi . “Kamu tidak sembahyang Gam?” Bagaimana hidupmu mau berubah jika kamu tidak dekat dengan sang pencipta”. Aku yang ingin menjawab pertanyaan itu terdiam ketika melihat Mak menunduk dan suaranya mulai sendu. Air mata mengalir membasahi pipinya. Aku terpaku tak berani lagi membantah. Air mata itu sudah tidak pernah ku lihat lagi sejak Bapak meninggalkan kami berdua untuk selama-lamanya dalam kecelakaan maut 2 Tahun yang lalu.

“Maaf” hanya kata itu yang bisa terucap, entah berapa kali sudah kata maaf aku layangkan, namun hari ini melihat air mata Mak dadaku terasa sesak.

“Mak sudah menjemur belimbing?” Tanyaku memecah suasana. Mak menyeka air mata dan menatapku. “ Kenapa kamu mau membantu?” Tanya Mak. “Mulai sekarang menjemur belimbing menjadi tugas Agam ya Mak!”. Mendengar perkataanku itu, Mak mengusap air matanya dan tersenyum kearahku dan menganggukkan kepalanya pelan. Aku bertekat akan merubah hidupku sejak saat ini.

Di atas panteue yang sebagian sudah digrogoti rayap, Aku membentang goni bekas beras sebagai alas menjemur belimbing. Aku mulai menuangkan seember belimbing yang diberikan Mak. “ Rapikan susunanya agar kering merata”. Mak berujar. Aku menganggukkan kepala tanda mengerti. Waktu kecil Aku sering membantu Bapak menjemur belimbing. Aku sudah sangat paham caranya. Namun sejak SMA Aku mulai malas karena getah belimbing membuat kuku menghitam jika sering memegangnya.

Bapak bilang mengubah belimbing menjadi asam sunti sangat mudah. Belimbing yang sudah dipetik direndam dalam air sampai tenggelam semalaman. Setelah bermalam belimbing dijemur diterik matahari. Senja nanti belimbing di masukan kembali ke dalam ember sembari ditaburi garam hingga merata. Ulangi proses menjemur belimbing beberapa hari sampai kecoklatan dan terlihat kering. Asam sunti merupakan salah satu bumbu khas dari daerah Aceh yang biasanya digunakan sebagai pelengkap bumbu masakan tradisional Aceh.

“ Garamnya harus banyak”. Mak membuyarkan ingatanku tentang Bapak. “ Telalu banyak nanti asin”. Aku menjawab cepat. “Asam sunti memang harus asin Gam. Kalau tidak Asam akan membusuk”. Mak menyelaku.

Mentari mulai berlari ke ufuk barat. Sayup-sayup mulai terdengar suara lantunan Al-Quran. Sebentar lagi Azan berkumandang. “Gam Kamu pergi mandi dan sembahyang ke meunasah”. Mak sudah memasak ikan tongkol tumis kesukaanmu. Mak tunggu kamu pulang untuk makan bersama. Mendengar namanya saja Aku menelan air liurku, Terbayang masakan khas Aceh dengan Asam sunti yang banyak terasa nyata asam pedas di lidah ketika mengunyahnya. Aku menelan sekali lagi air liurku yang hampir menetes. Aku bergegas dan bersiap diri untuk sembahyang di meunasah.

“Mak ... Mak ...”, Aku memanggil Mak berulang kali tetapi Mak tidak menyahut panggilanku. Aku mulai takut, perasaan tidak enak menyelimutiku. Aku mendorong pintu kamar Mak. Kreeek ... bunyi pintu kayu usang tergeser dengar berat. Mataku tertuju pada tubuh renta Mak, “ Mak sakit?”. Aku seketika panik melihat Mak terbujur lemas di kasurnya. Mak menarik tanganku ketika Aku bilang ingin memanggil ambulan. “Jangan Gam, Mak hanya lemas mungkin karena kelelahan”. Perasaanku sedikit lega mendengar suara Mak. “Gam ambilkan minum ya Mak?”, Mak sudah makan?” tanyaku lagi. Mak menggeleng pelan. “ Mak mual Gam rasanya tidak sanggup menelan makanan”. “ Tolong Gam ke menteri saja minta obat yang biasa Mak minum, obat Mak habis, mungkin Mak akan membaik jika sudah minum obat”.

Aku mengulek teri yang sudah Ku goreng kering, memasukannya ke dalam cobek yang terisi cabai, bawang, dan asam sunti. Kata mak mungkin akan selera makan jika memakan asam kareng. “ Mak, Aku suap ya Mak?’ Mak istirahat saja, biar Aku yang mengerjakan tugas Mak membereskan belimbing. Raut wajah Mak terlihat gelisah. “ Mak kenapa?” tanyaku lagi. “Gam, Mak sudah janji sama toke Adi untuk menjual asam sunti, Apa mau kamu menggantikan Mak mengantarnya?’’. Aku memutar otakku, perasaanku berkecamuk. Dulu sewaktu masih kecil Aku sering minta ikut Mak ke kota Idi untuk menjual asam sunti ke toko-toko kelontong, pulangnya Mak membelikan Aku escrem. Aku senang kegirangan. Semenjak SMA Aku sudah tidak pernah lagi ikut ikut menemani Mak.

Bapak meninggal begitu cepat, tidak meninggalkan pesan hanya meninggalkan kesan dan sepetak warisan rumah yang dikelilingi pohon belimbing. Kini Mak dan Aku menggantungkan nasib pada kebun belimbing itu. Ingin kutolak permintaan Mak, Namun Aku sendiri tidak kunjung mendapatkan pekerjaan. Bukan tak Ku cari. Beberapa kali Aku mengirim surat lamaran pekerjaan, Namun ternyata tak segampang yang dibayangkan. “Harus ada ceklah” kata teman sekolahku dulu yang kini telah diterima kerja di pengiriman paket exprees. Aku menghela nafas panjang.

“Mak tinggal sendiri?” Ku pastikan lagi keadaan Mak sebelum berangkat. “Pergilah Gam, Mak sudah sedikit enakan. “Nanti sekalian kamu belanja keperluan dapur ya Gam sama toke Adi dengan uang hasil jual asam sunti. “Baik Mak”. Aku menyalami Mak sebelum keluar rumah. Astrea butut peninggalan Bapak turut menemaniku ke kota hari ini.

Aku meletakkan satu karung beras berisi asam sunti di lantai. Toke Adi melihatku datang mengerutkan keningnya. “Anak Mak Munah?” Tanyanya dengan tatapan heran. Aku menganggukan kepala. “Sudah lama tidak melihatmu kemari” katanya lagi. “ Iya Mak sakit, Aku diminta membawakan asam sunti ini pada toke”. Toke mengganguk kepala tanda mengerti. “ Mak sakit apa Gam?” Saya lihat Mak sehat-sehat selama ini”. Agam menundukan pandangan. “Mamak sering merasa sesak nafas tapi Mak tidak mau ke rumah sakit, jadi belum tau pasti sakitnya apa”. “Aku akan membujuknya lagi nanti”. Kerlingan mataku melihat reaksi toke kaget. Aku langsung mengatakannya.

“Maysarah buatkan minuman dingin untuk Bg Agam”. Panggil Toke Agam. Sarah bangun dari tempat duduknya dibelakang meja kasir dengan kaget. Sedari tadi sarah sedang menghitung uang di laci meja kasir sehingga tidak memperhatikan kedatangan Agam. Mata Sarah beradu pandang dengan Agam. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba tersirat dibenak Sarah. Sejenak Sarah lupa bernafas. Sarah memejamkan matanya sekejab lalu menjawab panggilan Ayahnya. “Baik Yah Aku segera kembali.

“Tidak usah repot-repot toke”. Sahut Agam merasa tak enak. “ Agam kamu dan Mak sudah saya anggap seperti keluarga, Jangan sungkan”. Kata Toke Adi sambil tersenyum. Sarah keluar membawa napan berisi air teh dingin, cuaca terik dapat melepas dahaga. “Sarah ... , Panggil Toke Adi. Sebelum Sarah membalikan badannya. “Iya Yah”. Sahut Sarah. “Ini Agam anak Mak Munah”. Sarah bersalaman dengan Agam. Sarah kenal betul Mak Munah karena sering bertemu ketika Mak Munah mengantarkan asam sunti.

Sarah langsung balik ke tempat duduknya di meja kasir setelah bersalaman. Agam salah tingkah sehingga menyenggol gelas yang ada di napan. “Astafirullah Halazim, hampir saja tumpah”. Agam kaget. Di balik meja kasir terukir senyuman manis Sarah melihat tingkah Agam. Melihat itu Toke Adi hanya menggeleng-geleng kepala dan ikut tersenyum.

“Assalamualaikum... Mak Agam pulang”. Mak yang masih berbaring di tempat tidur heran melihat tingkah Agam. “Kenapa kamu senyum-senyum Agam?”Kamu terlihat senang sekali”. Agam tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya. Namun dia enggan bercerita karena malu. “ Tidak ada apa-apa Mak, Agam biasa saja kok”. Bantah Agam dengan cepat.

Agam duduk di tangga dan bersender di tiang rumahnnya. Teringat akan pertemuannya dengan Sarah tadi siang membuat Agam tidak sadar dipanggil-panggil oleh Buk Ani tetangganya. “Agam ... Agam ...., Bagaimana keadaan Mak?”. “eeh Buk Ani, Silahkan masuk Buk”. Buk Ani langsung masuk ketika dipersilahkan Agam. Buk Ani selama ini banyak membantu Mak dan Agam. Mereka sudah seperti saudara.

“Mak ... besok kita ke dokter ya?”. “ Mak sudah sehat Gam”. Mak menolak lagi ajakan Agam. Agam hanya bisa menarik nafasnya dengan berat. Mak berusaha menyembunyikan penyakitnya.

Hari ini Agam pergi lagi ke kota Idi untuk membawa Asam Sunti, Sesampainya di Toko, Agam melihat Sarah sedang sibuk membereskan barang dagangan. “Sarah ....”. Sapa Agam dengan lembut. Sarah menengok pelan ke arah suara lembut itu. “Eeh... Bg Agam”. Sahut Sarah malu-malu. Sejak pertemuan pertama Sarah juga selalu teringat akan Agam. Agam berperawakan tinggi dengan kulit sawo matang dan hidung mancung. Agam keturunan campuran Aceh dan Jawa. Ayah Agam suku Aceh dan Maknya Suku jawa tranmigrasi.

“Toke Adi mana?” Tanya Agam memecahkan keheningan. “ Ayah pergi ke Medan semalam bg untuk berbelanja”. Sarah tersenyum ramah. Membuat hati Agam kembali berdegup kencang. Senyuman Sarah sungguh manis membuat Agam tak mampu berpaling. Ketika tersenyum mata Sarah sedikit menyipit dan memperjelas lesung pipitnya. Sarah keturunan campuran Aceh dan Cina. Ibu Sarah keturunan Cina yang sudah masuk Islam. Ayah Sarah merupakan Suku Aceh yang berasal dari Kota Pidie. Namun sudah sejak masih muda Ayah Sarah merantau ke Aceh Timur dan berdagang di Kota Idi.

Sarah mengambil karung yang berisi asam sunti yang diletakkan Agam di lantai. “ 5 kg ya bg Asamnya” Kata Sarah. Agam mengganguk setuju ke arah timbangan. “ Sarah tidak sekolah?” Tanya Agam ragu. “ Sarah baru lulus SMA bg. Sarah lulus Ekonomi di Unsyiah”. Minggu depan Sarah akan berangkat ke Banda Aceh”. Sahut Sarah lagi. Tampak raut wajah bahagia Sarah ketika menceritakannya.

Berbeda dengan Sarah, Agam terlihat kecewa. Hatinya berkecamuk. Bagaimana bisa dia akan berpisah ketika baru mengenal Sarah. “ Sarah ..., Panggil Agam lagi. Kali ini dengan suara serak dan raut wajah yang kecewa. “ Kapan kamu berangkat?” Bolehkan Abang mengantarmu?”. Begitu berat namun harus di ungkapkan Agam.

Mendengar itu, mata Sarah berbinar, Bak gayung bersambut. Sarah mengangguk setuju. “Sarah berangkat Jam 8 Pagi dari teminal Idi bg”. Sahut Sarah malu-malu. “Sarah tunggu ya bg!”.

Agam pulang dengan perasaan aneh, senang dan sedih bercampur jadi satu. Hmm... hari Minggu ...Agam berusaha tak melupakan hari itu.

Kring .... kring ... Agam kaget mendengar suara alaram. Seketika Agam teringat akan janjinya. Agam bergegas menyiapkan sarapan untuk Mak. “Mak makan Mak” Sarapan sudah siap Agam buat untuk Mak”? Mak kaget dan  menjatuhkan gelas berisi air yang dipegangnya. Crinng... pecahan kaca berhamburan. Agam membalikan badannya. “ Mak kenapa?”. “ Tidak papa Gam, Mak hanya kaget. Kamu mau kemana? Terlihat sekali kamu seperti mengejar sesuatu?” Tanya Mak dengan heran.

Agam hanya tersenyum sambilan membereskan pecahan gelas. “Mak ...” Panggil Agam dengan pelan. “ Agam Ke kota sebentar ya Mak, Agam ada keperluan”. Mak tidak bertanya lagi. Mak hanya mengedipkan matanya tanda setuju.

Sarah ... Sarah ...., melihat Sarah yang akan menaiki tangga Bus sambil sesekali melihat kiri dan ke kanan, Agam mempercepat jalannya. “ Bg Agam”. Sahut Sarah dengan mata berbinar. “ Sarah pikir Abang tidak akan datang”. Sarah berkata degan manja. “Maaf Sarah, Abang terlambat mengantarmu”. Busnya akan segera berangkat”. Lirih Agam lagi. “Sarah ... , ada perasaan aneh yang bersemayam di hati Abang, namun tak pantas Abang ucapkan kepadamu sekarang. Jika nanti kita dipertemukan kembali semoga waktu itu hari yang tepat untuk Abang ungkapkan. Tak terasa air mata Sarah menetes.

Tot ... tot .... tot ..., suara itu menandakan bus akan berangkat. Sarah menyeka air matanya dan berkata. “ Baik bang Sarah pergi dulu. Sarah menunggu hari abang akan menemui Sarah lagi.

Bus menghilang dari pandangan Agam.

Agam ... Agam ... Terlihat buk Ani lari tergopoh-gopoh. Agam sempat bertemu Buk Ani sebelum berangkat ke kota Idi. Agam sempat bercerita akan ke terminal Idi karena ada keperluan. Namun, Agam keheranan kenapa Buk Ani sampai mengikutinya ke sini. Belum sempat Agam bertanya. Buk Ani dengan mata sembam berujar. “ Agam kamu harus pulang sekarang Gam”. “Ada apa buk?”. Deg ... deg jantung Agam bedetak kencang. Firasat aneh menghampirinya. Buk Ani tak menjawab lagi pertanyaan itu.

Agam tak mampu lagi membendung air matanya. Ingin rasanya Agam beteriak kencang. Namun ditahannya. Tenda biru sudah membentang, dipenuhi orang-orang dan suara lantunan Ayat suci Al-Quran. Agam menaiki anak tangga satu persatu dengan menahan tangisnya. Seketika matanya melihat ke arah sosok yang begitu dekat dengannya, menyemangati hari-harinya, kini telah di tutupi kain batik pajang. “Ya Allah”. Hanya kata itu yang berhasil ia ucapkan. Cobaan apa lagi yang harus Aku hadapi. Baru 2 Tahun yang lalu Bapak meninggalkan kami, dan kini Mak meninggalkan Agam sendirian.

7 hari berlalu, 44 hari berjalan, 100 hari berlari.

Agam teringat Mak tidak mau di bawa kerumah sakit, Agam merasa bersalah tidak memaksa. Teringat cerita Buk Ani pada hari Minggu itu. Mendengar Agam mau pergi ke kota Idi. Buk Ani datang menjenguk Mak. Namun waktu itu tiba-tiba dada Mak sesak. Mak terduduk memegang dadanya. Buk Ani mulai panik dan mencoba memberikan air putih, tubuh Mak semakin lemas. “Asyhadu an laa ilaahaillallahu”. Kalimat terakhir yang Mak ucapkan sebelum matanya menutup selama-lamanya di pangkuan bu Ani.

Pelan-pelan Agam mulai bangkit. Agam tidak bisa seperti ini terus pikirnya. Ia harus punya masa depan. Agam harus membuat Mak dan Bapak bangga di surga. Terngiang ucapan Tengku pada waktu itu setelah kenduri 100 hari Maknya.

Agam duduk di tangga rumahnya, melihat sekeliling halaman rumahnya. Buah belimbing jatuh bertaburan di bawah pohonnya. Sudah lama dia tak peduli asam sunti itu pikirnya. Bismillah, ia harus semangat lagi untuk melanjutkan hidupnya.

Agam mulai menata hatinya kembali. Ditinggal orang tua dan ditinggal pujaan hatinya membuat Agam sadar akan hidupnya. Hidupnya harus terus berlanjut. Teringat kembali senyuman Sarah. “ Ahhh sudah di kota besar mana mungkin Sarah masih teringat dengannya yang pengangguran ini”. Pikiran dalam benaknya.

Agam menjalani aktivitasnya seperti biasa menjemur belimbing dan menjualnya ke kota. Namun kini tanpa Mak menemani hati-harinya.

“Tak bisa seperti ini terus”. Pikir Agam. Semalam dia menoton TV di warung kopi kampungnya. Sekilas dia menonton acara Kik and Andi. Kiat-kiat Menjadi Pengusaha Sukses.

Seperti biasa Agam pergi ke kota untuk menjual asam dan berbelaja. Sesampai di pasar Agam melihat orang yang menjual Salak. Seketika Agam teringat dia sering makan salak ketika pergi ke pekan bersama Bapak. Agam membeli salak 1 kg. Sesampainya di rumah turun hujan rintik-rintik. Agam teringat akan jemuran asam suntinya. Buru-buru Agam mengangkat Asamnya agar tak terlalu berat terkena hujan.

Agam meletakan Asam di meja bersama salak yang dibelinya tadi. Dia menoleh lagi ke arah salak dan asam sunti. Agam tersenyum teringat akan sesuatu.

Dengan modal tabungannya, Agam menyewa kios kecil di kota Idi. Berkat info dan bantuan toke Adi. Agam mendapat sewa kios murah dan strategis di pusat kota. Tepatnya pas di depan toko toke Adi.

Kini Agam berjualan salak asam sunti, salak pliek, dan jajanan khas Aceh lainnya. Kios itu kecil namun pembelinya ramai, karena Agam juga mempromosikan di media sosial. Seiring waktu usaha Agam semakin maju, kini ia sanggup mempekerjaka n beberapa karyawan untuk membantu memproduksi dagangannya.

 Agam sedang sibuk membereskan dagangannya karena sebentar lagi waktunya membuka kios.

“Bang Agam”. Panggilan lembut itu memecah kesibukan Agam. Deg ... Agam melihat ke arah senyuman itu. Senyum yang telah lama dia ridukan kini muncul lagi di hadapannya.

“Sarah!” sahut Agam antara yakin dan tak percaya.

End.

 

 

 

 

 

Share to :
Pencarian
Kontak
Alamat :

Jalan Peudawa Puntong, Desa Seuneubok Kuyuen, Kecamatan Idi Timur, Kabupaten Aceh Timur, Propinsi Aceh, Kode Pos 24454

Telepon :

085260512012

Email :

info@smpnegeri1iditimur.sch.id

Website :

https://www.smpnegeri1iditimur.sch.id

Media Sosial :
SMP NEGERI 1 IDI TIMUR
Kalender

Desember 2025

Mg Sn Sl Rb Km Jm Sb
1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13
14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27
28 29 30 31